It is My Special Day

Tulisan ini merupakan catatan penulis di penghujung tahun 2018, sebagai pengingat untuk senantiasa berupaya berbuat kebaikan.



Minggu, 25/11/2018
“Kita pakai taksi saja”.
Itulah kesepakatan akhir kendaraan yang akan dipakai untuk mengantar tamu, Senin esok hari.
Dari berbagai pilihan moda transportasi (online, rental, taksi regular), pilihan jatuh ke nomor 3, mengapa!, alasannya sederhana, lokasi yang dituju lebih dari satu.
“Semoga dapat pengemudi yang sabar, Aamiin”.

Senin, 26/11/2018
“Saya di halaman Kantor Pos Alun-Alun”.
Kurang dari 7 menit setelah telepon ke operator, taksi datang.
Buka pintu, “Pak, kita ke Stasiun, jemput tamu, kedatangan 11.07 wib, terus kita keliling sekitar Bandung Utara, kira-kira jam 5 sore, balik lagi ke Stasiun”.
Mangga, tiasa (bahasa Sunda), Ya, bisa”, ujar pengemudi taksi dengan sikapnya yang ramah disertai senyum.
Masuk kedalam, tercium aroma kurang sedap dalam ruangan taksi. Duh … kurang nyaman, takutnya tidak memberikan layanan yang baik buat tamu, spontan timbul keinginan ganti taksi, tapi mau batalkan, rasanya sungkan.
Sampai di Stasiun, turun dari taksi, kita berdua saling pandang, kumaha (bahasa Sunda) bagaimana ….!
“Sudah, tak apa-apa, tidak enak, Bapaknya (pengemudi) sudah bersedia mengantar”.
“Sebentar ya Pak, jemput dulu”.
Kurang lebih 11.20 wib, balik lagi ke parkiran Stasiun, kita bertiga (bersama tamu) masuk taksi, aroma kurang sedap hilang.
“Mungkin ini ujian, Alhamdulillah, Allah menghindarkan dari perbuatan menyakiti orang lain (andai tadi mengikuti keinginan ganti taksi)Doa juga terkabul, dikasih pengemudi yang sabar, sopan, ramah.

Sabtu, 24/11/2018
Dua hari sebelumnya (Sabtu), Kakak laki-laki kami telepon, minta tolong untuk antarkan tamunya.
“Hari Senin, pagi-pagi pakai kereta, Kakeknya dulu pernah tinggal di Bandung, ingin lihat rumah yang pernah ditinggali Kakeknya, foto-foto … sekalian ajak keliling-keliling juga”.
“Boleh, WhatsApp saja alamat yang mau dituju, foto orangnya, juga nomor kontaknya, Kak”.
Sore hari, lihat fotonya.
Orang Belanda rupanya.
Waktu teleponan, tidak nyimak, jawab ya saja.
Kita berdua langsung pegang kepala (padahal pusing juga tidak), mudah-mudahan komunikasi bisa nyambung (maklum bahasa Inggris kita berdua sangat jauh dari lancar).
Buka google map, cari alamat dituju, … ada.
“Besok survey rumahnya yuk”.

Minggu, 25/11/2018
Udara mendung, dari rumah pagi jam 8-an sudah jalan.
Sampai ke belokan jalan yang mau dituju sekitar jam 9-an, mampir dulu ke gerobak bubur ayam yang lagi mangkal.
Asyik makan, hujan turun … lebat.
Sambil nunggu reda, ngobrol-ngobrol dengan penjualnya (obrolan macam-macam, seputar sekolah anak, jualan di car free day, cuaca yang hujan terus, dan sebagainya).
Dari Ibu penjual bubur ayam, kita jadi tahu kalau di daerah sini masih banyak bangunan lama.
“Toko yang di depan itu sudah sejak tahun 60-an, bangunannya masih belum banyak berubah”, ujarnya.
Begitu reda, jalan sedikit, sampai di alamat dicari, rupanya rumah sudah direnovasi.
Hampir 1 jam hujan lebat.
Dapat tempat berteduh sambil silaturahmi, terima kasih Bu (penjual bubur ayam).
Alamat yang dicari juga mudah.
Alhamdulillah.

Senin, 26/11/2018

Jemput di Stasiun
Sekitar jam 11-an, area kedatangan dipenuhi orang-orang yang baru turun dari kereta.
“Kayaknya itu orangnya”.
Dari jauh kita sudah senyum-senyum duluan, begitu dekat, sapa, salam.
Tamunya juga senyum, Ia mempertegas, betul kita orang yang menjemputnya, maklum, lupa kirim foto, WhatsApp pagi hari hanya chat jam kedatangan dan permohonan maaf kalau bahasa Inggris kita tidak lancar.
Ini pertama kalinya Ia ke Bandung.
Alhamdulillah, orangnya ramah, santun, baik.

Ke alamat tujuan
Pijit bel rumah, ada yang keluar.
“Mbak, mau minta izin, boleh masuk untuk foto-foto di halaman rumah (dijelasin dulu siapa dan apa maksud tamu)”.
“Nanti sebentar, saya telpon dulu Ibu (yang punya rumah tidak ada, sedang kerja)”.
“Kata Ibu boleh”.
Alhamdulillah, Allah berikan kemudahan.
…“Ok, I take picture here …”.
…“Please, take my picture here …”.

Makan siang
Jam makan siang, singgah dulu di restoran yang menyajikan makanan Sunda.
I had eat timbel in Bogor”, nasi timbel (makanan khas sunda, nasi dibungkus daun pisang, disajikan bersama lauk pauk).
Sedikit berbeda, makanan dipesan sekarang berupa pepes ikan mas, pepes teri, tempe, tahu, ikan mas goring, sambal terasi, dan lalapan (bahasa Sunda) sayuran direbus atau mentah.
Saat mau kita jelaskan apa itu lalapan, sambil senyum, Ia langsung bilang “sayuran” (banyak juga kosa kata bahasa Indonesia yang diketahuinya).
Alhamdulillah, makanan dipesan dimakan, mudah-mudahan suka.
Rupanya cara makan kami berdua yang pakai tangan jadi perhatiannya.
I try to use my hand” … wah jangan.

keliling-bandung

Keliling-keliling (1)

Sesuai yang kita rencanakan sebelumnya, rute keliling-keliling di daerah Bandung Utara saja, mengingat keterbatasan waktu (jam 5 sore harus ada di Stasiun kembali) serta di daerah ini banyak gedung-gedung lama yang menjadi cagar budaya kota Bandung). Hujan turun, lumayan besar, keliling-keliling mulai dari Museum Geologi, diteruskan ke Gedung Sate gedung pusat pemerintahan Jawa Barat yang memiliki ciri khas ornamen tusuk sate di menaranya. Melaju melewati Jembatan Pasupati (Jalan Layang Pasupati), jembatan yang menjadi salah satu icon Kota Bandung. Sampai di jalan Dago, belok ke kiri masuk ke kampus ITB. Keluar parkiran ITB, rupanya gratis, begitu mendengar kata gratis, Ia langsung bilang “It’s Holland word”. Taksi diteruskan ke jalan Cipaganti.

Cari souvenir

Dimana carinya ya, bingung juga, kita tahunya oleh-oleh Bandung dalam bentuk makanan.
Sami, abdi oge teu terang (bahasa sunda), sama, saya juga tidak tahu”, jawab Bapak pengemudi saat ditanya.
“Coba ke jalan Cihampelas, Pak”.
Bukan pakaian yang dimaksudkan, tapi souvenir berupa barang yang dapat dipakai oleh Ibunya.
Inisiatif Bapak pengemudi, tanya-tanya ke teman-temannya di sekitar jalan Cihampelas.
“Coba di sana, ada toko barang antik, atau ke jalan Soekarno Hatta”.
Kita meluncur ke toko yang tadi diarahkan, masuk … nampaknya kurang cocok.
“Coba di sana, ada toko souvenir lain” ujar orang-orang disekitar toko.
Turun sedikit ke bawah (masih di jalan Cihampelas).
Sweet baby!”, eh … salah parkir, masuk ke toko peralatan bayi, kelewat sedikit, harusnya ke toko disebelahnya.
Alhamdulillah, akhirnya dapat juga souvenir yang diinginkan.
Melihat Ia senang, jadi ikut senang juga.

Keliling-keliling (2)

Masih hujan rintik, turun ke jalan Merdeka, melewati Komplek Balai Kota Bandung, sekolah Santa Angela dan Markas Polrestabes Bandung juga gereja Katedral BandungSepanjang jalan yang dilewati, Ia cerita ada beberapa kata dalam bahasa Indonesia yang diserap dari bahasa Belanda, misalnya: asbak, ban, velk, gubernur, optik, stempel, kantor, kantor pos, komandan, wastafel, apotek, gratis. Berkali-kali ia mengucapkan “It’s Holland words”.


Catatan: dari http://id.wikipedia.org terdapat banyak kata serapan dari bahasa Belanda dalam bahasa Indonesia, seperti : asbak (asbak), apotek (apotheek), ban (band), komandan (commandant), gratis (gratis), gubernur (gouverneur), kantor (kantoor), kantor pos (postkantoor), optik (optiek), velk (velg), wastafel (wastafel).

Hujan reda, taksi menuju ke jalan Asia Afrika, melintasi dua hotel besar dan tertua di Bandung yakni di sebelah kanan Prama Grand Preanger (dahulu Grand Hotel Preanger) dan diseberangnya (sebelah kiri) Savoy Homann Bidakara Hotel (dahulu Hotel Savoy Homann). Taksi berhenti di gedung Merdeka, gedung yang pernah digunakan sebagai tempat Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika tahun 1955. Masih di jalan Asia Afrika, bersebrangan dengan gedung merdeka, terdapat gedung De Vries salah satu bangunan heritage kota Bandung, yang saat ini menjadi kantor Bank OCBC NISP. Disini foto-foto cukup lama, objek foto lebih banyak pada kata-kata dalam bahasa Belanda (misal: landbouwbenodigdheden, warenhuis de vries) yang tertulis di bagian atas bangunan, kembali Ia menjelaskan ke kami apa arti tulisan dalam bahasa Belanda yang ada di dinding gedung De Vries.

Akhir perjalanan, Ngopi

Melaju ke jalan Braga, sampai di toko roti Sumber Hidangan yang berdiri sejak tahun 1929, suasana ruangan tempo dulu dengan atap yang tinggi disertai peralatan model lama. Beberapa kue di display dalam toples, diberikan tempelan nama kue dalam bahasa Belanda. Nampaknya ia terkejut dan senang melihat suasana tersebut, sambil lihat-lihat sekeliling dan foto-foto, Ia kembali menjelaskan ke kami apa arti nama kue dimaksud. Istirahat santai di toko ini, pesan 3 kopi dengan sajian kue kattetong (kita menyebutnya kue lidah kucing) dan satu sajian kue lainnya (lupa namanya) warna coklat berbentuk bulat pipih dengan taburan kacang. Alhamdulillah, enak. Keluar toko, Ia kembali foto-foto salah satu bangunan tua di jalan Braga, pada bangunan itu terdapat tulisan dalam bahasa Belanda dan kaca jendela bermotif lukisan.
Kembali Ia menjelaskan ke kami apa arti tulisan tersebut.
“Bagaimana … sudah cukup atau ada yang ingin dilihat lagi”.
Enough …”.
This is my special day”.

Kembali ke Stasiun

Sebelum sampai ke Stasiun, mampir di toko makanan yang menjual oleh-oleh kota Bandung.
Aneka keripik (tempe, sale pisang, ubi ungu, melinjo) masuk di plastik. Mudah-mudahan oleh-oleh makanan ini bisa disukai.
Sampai di Stasiun, jam menunjukkan angka 16.30 wib.
Print tiket untuk kereta jam 6 sore tujuan Jakarta.
Salam, … kembali terucap,
Thank you, this is my special day”.
Saat perjalanan pulang ke rumah, masuk chat WhatsApps:
Thank you again …. this is my special day”.
Bagi kami, rangkaian kegiatan yang dimulai sejak Sabtu hingga Senin bermakna luas. Kebaikan berbuah kebaikan. Itu sebabnya judul tulisan ini It’s My Special Day.

Postingan Populer